SENYAWA ANTIOKSIDAN DARI BRAKTEA (FLOWER BRACT) YANG BERPOTENSI SEBAGAI WHITENING AGENT

Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang bisa dimanfaatkan dalam berbagai bidang pengetahuan salah satunya pada pengembangan kosmetik sebagai agen pemutih (whitening agents). Whitening agents ini melibatkan mekanisme penghambatan aktivitas enzim tyrosinase dalam pembentukan melanin. Berbagai riset telah dilakukan dari beberapa agen antioksidan dan inhibitor tyrosinase baik secara sintesis maupun pemanfaatan bahan alam sebagai upaya untuk pencegahan pembentukan melanin secara berlebih dalam suatu lapisan epidermis. Pada tahun 2008-2009,  Irmanida et.al (2010) melakukan riset 35 spesies tumbuhan dari berbagai daerah di Indonesia seperti Tawangmangu, Semarang, Bogor, dan Samarinda. Hasilnya, ditemukan 3 spesies yang paling prospektif dalam menghambat aktivitas enzim tyrosinase diantaranya Intsia palembanica, Rhizophora sp, dan Xylocarpus granatum. Hasil isolasi dari Intsia palembanica diperoleh beberapa senyawa diantaranya, robinetin, myricetin, fisetin, quercetin, naringenin, ampelopsin, dan leucosianidin. Salah satu diantaranya quercetin memiliki aktivitas penghambatan kerja enzim tyrosinase dalam pembentukan melanin (melanogenesis).

Quercetine

Setiap bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, dan bunga memiliki komponen senyawa yang bervariasi sehingga dapat berpengaruh pada kemampuan bioaktivitasnya. Menurut ilmu botani bagian bunga disebut sebagai alat reproduksi generatif pada tumbuhan berbiji, dan bagian lainnya yang selalu berasosiasi dengan suatu rangkaian bunga (bunga majemuk) disebut sebagai braktea yaitu daun yang menjadi tempat tumbuhnya bunga pada bagian ketiak daun.Organ mirip daun yang disebut daun pelindung (braktea) biasanya berwarna hijau dan menyerupai daun biasa, walaupun beberapa daun pelindung dapat berwarna mencolok. Braktea ini sebagian besar hanya dimanfaatkan sebagai hiasan karena bagian dari daun yang mengalami perubahan warna hingga menjadi warna merah tua, merah jambu, putih, atau bicolor yang sesuai dengan varietasnya. Namun perlu diketahui bahwa braktea memiliki aktivitas farmakologi potensial yang dipengaruhi oleh berbagai komponen senyawa yang terkandung di dalamnya, seperti yang diungkapkan Frezza et al. (2019) pada proses analisis fitokimia dan aktivitasnya sebagai antioksidan dari bagian bunga dan braktea pada Tilia tomentosa yang diperoleh dari suatu populasi di Italia Tengah. Tiga belas senyawa mayoritas termasuk ke dalam golongan flavonoid, diikuti oleh asam-asam organik dan triterpena.

Penelitian lain telah melaporkan potensi braktea diantaranya dari tumbuhan pisang (Musa paradisiaca) yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan dengan adanya kandungan antosianin (Sujithra, 2019). Braktea bunga temulawak (Curcuma zanthorrhiza) dilaporkan mempunyai aktivitas sebagai antioksidan serta mampu menghambat aktivitas enzim tyrosinase. Keterlibatan senyawa golongan flavonoid dari ekstrak braktea temulawak mempengaruhi aktivitas tersebut (Batubara et al, 2015).

Bagaimana senyawa-senyawa antioksidan ini dapat bertindak sebagai whitening agents ?

Biosintesis Melanin (Melanogenesis)

Chang(2019)

Melanin merupakan zat yang memberikan warna coklat/coklat kehitaman pada kulit. Melanogenesis diawali proses oksidasi Tyrosine menjadi Dopaquinone yang dikatalisis oleh tyrosinase. Dopaquinone kemudian secara spontan membentuk Dopachrome. Dopaquinone akan menjadi Cysteinyldopa dengan adanya aktivitas dari cysteine, kemudian terjadi proses oksidasi dan terpolimerisasi membentuk feomelanin yang berwarna kuning kemerahan. Dopaquinone akan langsung menjadi Dopachrome jika tidak ada senyawa thiol (cysteine atau glutathione) yang berperan aktif dalam reaksi. Dopachrome akan mengalami kehilangan asam karboksilat dan 5,6 dihydroxyndole (DHI) yang segera teroksidasi dan terpolimerisasi menjadi coklat kehitaman. Adanya Dopachrome tautomerase (TRP-2) akan merubah Dopachrome menjadi DHI-2-carboxyl (DHICA), selanjutnya terbentuk melanin yang berwarna coklat terang hasil konversi tyrosinase dan TRP-1. Melanin DHI dan melanin DHICA berwarna coklat kehitaman ini yang disebut sebagai eumelanin.

Pada dasarnya melanin mempunyai peran penting sebagai fotoprotektif pada lapisan epidermis manusia dari bahaya radiasi UV matahari secara berlebih. Namun, akumulasi melanin yang abnormal akan mengakibatkan hiperpigmentasi di berbagai bagian kulit tertentu. Faktor yang mempengaruhi pembentukan melanin menjadi abnormal adanya pembentukan radikal bebas yang dapat dipicu oleh radiasi UV dari matahari yang terapar secara berlebih. Radikal bebas yang terbentuk akan mengganggu fungsi pertahanan sel, merusak protein dan  asam  amino  pembentuk  sel  serta menstimulasi  melanosit  untuk memproduksi melanin yang berlebihan. Radikal bebas bersifat reaktif dan relatif tidak stabil akibat adanya satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya, sehingga molekul ini mencari  pasangan  elektronnya untuk mendapatkan kestabilannya yang disebut sebagai Reactive Oxygen  Species  (ROS).  Proses oksidasi lipid dan protein terjadi akibat ROS sehingga terjadi stress oksidatif dan kerusakan DNA yang mengakibatkan kerusakan pada kulit seperti hiperpigmentasi. Radiasi sinar UV  yang memicu  hiperpigmentasi  dapat melalui  beberapa cara yaitu peningkatan kerja enzim tyrosinase, peningkatan transfer melanosom menuju keratinosit, peningkatan aktivitas dendritik sel melanosit, dan  kerusakan  DNA  yang akan menstimulasi proses melanogenesis itu sendiri. Seluruh spektrum sinar UV akan bereaksi dengan molekul kromofor  yang  akan  menyerap sinar UV yaitu molekul purinpirimidin  serta  asam amino tryptophan dan tyrosine. Paparan  sinar  UV meningkatkan  ekspresi  dari  sitokin,  melanocyte stimulating  hormone  (MSH),  TYR,  dan TRP-1. Akibatnya terjadi peningkatan sintesis dan distribusi melanin.

Potensial senyawa antioksidan dari braktea (flower bract) melalui inhibisi tyrosinase dalam pembentukan melanin yang abnormal/berlebih

Penangkapan radikal ROS oleh senyawa antioksidan pada dasarnya sekaligus dapat menghambat proses kerja tyrosinase sehingga hiperpigmentasi tereduksi. Sebagai contoh hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh Batubara et.al (2015) dari ekstrak etil asetat braktea bunga temulawak, ditemukan adanya komponen senyawa alkaloid dan flavonoid. Kedua golongan ini memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik serta dapat berperan aktif dalam menghambat aktivitas tyrosinase (inhibitor tyrosinase). Ekstrak etil asetat dilakukan uji inhibisi tyrosinase yang menunjukkan harga IC50 rendah pada reaksi monophenolasae dan diphenolase, artinya terjadi penghambatan kerja enzim tyrosinase pada kedua reaksi tersebut. Hasil fraksinasi terhadap ekstrak menggunakan kromografi kolom diperoleh 12 fraksi yang diuji masing-masing aktivitasnya sebagai inhibitor tyrosinase. Ditemukan senyawa flavonol dan auron pada masing-masing 2 fraksi yang berbeda, diduga kedua senyawa tersebut yang berperan aktif pada proses inhibisi tyrosinase. Inhibitor tirosinase pada saat ini banyak digunakan dalam produk kosmetik dan obat-obatan yang diaplikasikan terhadap lapisan epidermis sebagai penghambat produksi melanin secara berlebih sehingga kulit menjadi lebih terlihat putih. Beberapa struktur kimia yang berperan sebagai antioksidan sekaligus inhibitor tyrosinase diantaranya:

Berikut ini beberapa mekanisme yang dapat terjadi dalam proses penghambatan pembentukan melanin diantaranya :

  • Zat pereduksi dapat menyebabkan reaksi reduksi dari dopaquinone, seperti senyawa antioksidan, yaitu digunakan sebagai inhibitor melanogenesis karena kapasitasnya untuk mengurangi kembali dopaquinone menjadi dopa, sehingga menghindari pembentukan dopachrome dan melanin.
  • Inaktivator enzim nonspesifik seperti asam atau basa, yang secara khusus mendenaturasi enzim, sehingga menghambat aktivitasnya
  • Inaktivator tyrosinase khusus seperti inhibitor berbasis mekanisme yang disebut substrat bunuh diri. Inhibitor-inhibitor ini dapat dikatalisis oleh tyrosinase dan membentuk ikatan kovalen dengan enzim. Mereka menghambat aktivitas tyrosinase dengan menginduksi “reaksi bunuh diri” yang dikatalisasi enzim.

Referensi

Batubara I, Darusman LK, Mitsunaga T, Rahminiwati M, Djauhari E. 2010. Potency of Indonesian Medicinal Plants as Tyrosinase Inhibitor and Antioxidant Agent. Journal of Biological Sciences. 10(2): 138-144

Batubara I, Julita I, Darusman LK, Muddathir AM, Mitsunaga T. 2015. Flower Bracts of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) for Skin Care: Anti-Acne and Whitening Agents. Procedia Chemistry. 14(2015): 216-224

Chang, TS. 2009. Review: An Updated Review of Tyrosinase Inhibitors. International Journal of Molecular Sciences. 10: 2440-2475

Frezza C, Vita DD, Spinaci G, Sarandrea M, Venditti A, Bianco A. Secondary Metabolites of Tilia tomentosa Moench Inflorescences Collected in Central Italy: Chemotaxonomy Relevance and Phytochemical Rationale of Traditional Use. 2019. Natural Product Research Sujithra S, Manikkandan TR. 2019. Extraction of Anthocyanin from Banana (Musa paradisiaca) Flower Bract and Analysis of Phytochemicals, Antioxidant Activities and Anthocyanin Content. Journal of Chemical and Pharmaceutical Sciences. 12(3): 102-104

Created By : Aika LatifahA, S.Pd., M.Si.

Back to top button